LMS 2025 Dorong Media Lokal Perluas Lumbung Rejeki Baru untuk Lawan Isu Sustanablility dan Disrupsi AI

Daftar Isi

Suwarjono (Pemimpin Redaksi Suara.com) saat menyampaikan sambutan pembukaan bersama (dari kanan) Nezar Patria, Jerome Pons, Abdul Manan, Truls Loke Desbans, dan Lars Bestle (Sumber: dokumentasi panitia LMS 2025)

JAKARTA, BABAD.ID | Stori Loka Jawa -
Dalam upaya memperkuat ketahanan industri media di tengah berbagai disrupsi AI dan derasnya arus disinformasi, para pemimpin redaksi dan pelaku media lokal dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam perhelatan Local Media Summit (LMS) 2025. 

Agenda yang diinisiasi oleh Suara.com dan International Media Support (IMS) ini diselenggarakan di JW Marriott Hotel, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan mulai Selasa Pahing-Rabu Pon, 7-8 Oktober 2025.


Perlu dulur-dulur ketahui, LMS merupakan forum pertemuan ratusan media lokal, jurnalis, konten kreator, akademisi, pembuat kebijakan, komunitas, dan investor yang membahas masa depan ekosistem media di Indonesia. 


Kali ini LMS 2025 mengusung tema Unlocking Local Capital: Building Sustainable Media Market in Indonesia yang menyoroti urgensi inovasi model bisnis, keterlibatan komunitas, dan pemanfaatan teknologi untuk menciptakan pasar media yang berkelanjutan. 


Dalam sambutannya, Suwarjono selaku Pemimpin Redaksi Suara.com, menyampaikan bahwa LMS menghadirkan lebih dari 50 narasumber yang hadir dalam berbagai sesi talkshow, workshop, coaching clinic, conference, learning session, dan gala dinner ini. 


Ia berharap media lokal mampu berinovasi, berjejaring, dan menemukan model bisnis baru dalam forum ini. 


“Local media adalah garda terdepa dalam menyebarkan informasi kredibel,” sambung Jono. 


Selain itu Jono juga menyampaikan beberapa tantangan besar yang akan atau sedang dialami oleh media lokal. 


Salah satunya mengenai isu sustainability serta kecerdasan buatan atau AI yang mengubah pola konsumsi informasi publik. 


“Tahun ini local media menghadapi tantangan luar biasa salah satu menarik adalah isu sustainability, kondisi media tidak baik-baik saja, pemotongan budget dari pemerintah, disrupsi teknologi dan juga ada penurunan ekonomi," Jono menjelaskan. 


Menurutnya kini audiens tidak lagi membaca berita dari situs web melainkan melalui media sosial. 


Meski demikian, Jono menegaskan bahwa tantang tersebut harus dijawab media dengan inovasi dan kolaborasi supaya media lokal tetap bisa bertahan dan berkembang. 


“Perubahan ini luar biasa cepat, kita harus belajar beradaptasi agar tetap relevan,” sambungnya. 


Dalam pembukaan tersebut, LMS 2025 tidak hanya menghadirkan Suwarjono, tatapi juga Lars Bestle dari IMS, Abdul Manan (Ketua Komisi Hukum Dewan Pers), Jerome Pons (European Unio), Truls Loke Desbans (The Norwegian Embassy Jakarta), dan Nezar Patria (Kemenkomdigi). 


Dalam sambutannya, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria, menyoroti penggunaan AI yang semakin masif di industri media global, termasuk di Global South, di mana 31 persen penggunaan AI sudah digunakan oleh industri-industri media untuk produksi berita.


Namun, ia menekankan pentingnya pengawasan agar AI mendukung jurnalisme berkualitas yang didasari critical thinkingdan skill jurnalis.


“Saat ini Komdigi sedang menyusun peta jalan AI nasional dan kerangka keamanan data untuk memastikan penggunaan AI yang transparan dan bertanggung jawab,” Nezar menjelaskan. 


Sedangkan Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Abdul Manan, menegaskan tiga permasalahan yang dihadapi media lokal yaitu: keberimbangan berita, hukum, dan model bisnis. 


Saat ini, model bisnis yang baru menjadi ketergantungan luar biasa untuk media. 


"Jualan media adalah informasi. Kita harus mendapatkan model bisnis dengan model jurnalisme yang baik,” Abdul Manan menjelaskan. 


Ia juga menyebutkan bahwa menurut data Dewan Pers, ada lebih dari 100 kasus hukum yang melibatkan media. 


Selain itu, banyak media kecil yang masih menghadapi masalah mendasar seperti keberimbangan dan verifikasi informasi. 


“Kita perlu menemukan model bisnis baru yang tidak hanya bergantung pada teknologi luar, tetapi juga memperkuat jurnalisme berkualitas,” kata Manan.


Ia mengakui bahwa tantangan utama media lokal adalah ketergantungan dana dan berharap LMS banyak membahas model bisnis media.


Tidak hanya sampai di situ, perwakilan Dewan Pers tersebut juga menyinggung dinamika hubungan antara jurnalis dan content creator yang dinilainya terkesan agak “toxic.”


“Ini menjadi tantangan baru bagi ekosistem media, di mana batas antara jurnalisme profesional dan konten hiburan semakin kabur,” sambungnya. 


Pun Second Secretary Norwegian Embassy in Jakarta, Truls Loke Desbans, juga membandingkan media lokal di Indonesia dengan media di Norwegia yang inklusif dan didukung pemerintah, menyatakan optimisme bahwa Indonesia dapat mencapai hal serupa.

Posting Komentar