Webinar Aku Wong Jawa

Nguri-uri Budaya Jawi ing Era Digital

Temukan kembali jati diri dan kearifan luhur Jawa yang relevan hingga kini. Mari bersama kupas tuntas filosofi adiluhung di webinar eksklusif "Aku Wong Jawa".

Daftar & Bangkitkan Jiwamu!

Cerita Perempuan Nelayan Puspita Bahari Demak, Berjuang untuk Setara dan Berdaya di Tengah Budaya Patriarki

Daftar Isi

 

Perempuan nelayan Puspita Bahari Demak aktif dalam kegiatan pengolahan ikan. (babad.id/dok Puspita Bahari)
Perempuan nelayan Puspita Bahari Demak aktif dalam kegiatan pengolahan ikan. (babad.id/dok Puspita Bahari)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Delapan belas tahun yang lalu, tepatnya 25 Desember 2005, Masnu'ah (49) membentuk komunitas Puspita Bahari.

Sebuah komunitas yang menaungi para perempuan nelayan di pesisir Demak.

Tepatnya di Desa Morodemak RT 04 RW 02 Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Inisiatif itu berangkat dari keresahan terkait sejumlah persoalan.

"Kami berangkat dari keresahan, persoalan keterpurukan perempuan yang terkungkung budaya patriarki. Perempuan (pesisir Demak) tidak memiliki akses pendidikan, informasi pelayanan publik, kesehatan, dan sebagainya," kata Masnu'ah kepada Babad.id pada Kamis, 21 Desember 2023.

Jumlah anggota di awal pembentukan komunitas sekitar 30 orang.

Jumlah itu pun tidak menentu karena ada yang keluar dan masuk.

"Hambatannya itu tidak banyak perempuan yang diperbolehkan berkegiatan di luar rumah karena dianggap tabu, menyalahi kodrat," kata Masnu'ah.

Seiring dengan perjalanan waktu, jumlah anggota Puspita Bahari terus bertambah.

Saat ini setidaknya terdapat 150 anggota yang tersebar di tiga desa yaitu Morodemak, Margolinduk, dan Purworejo di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.

Belajar untuk Setara

Masnu'ah, pelopor Komunitas Perempuan Nelayan, Puspita Bahari. (babad.id/dok Puspita Bahari)
Masnu'ah, pelopor Komunitas Perempuan Nelayan, Puspita Bahari. (babad.id/dok Puspita Bahari)
Demi menjawab persoalan yang dihadapi para perempuan nelayan di pesisir Demak, Puspita Bahari membuka ruang untuk pendidikan dan advokasi kesetaraan gender.

Puspita Bahari bergandengan tangan dengan LBH APIK Semarang, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), LBH Semarang, dan banyak pihak lainnya untuk hal itu.

Melalaui kegiatan tersebut, para perempuan memperoleh materi-materi tentang kesetaraan gender, perbedaan seks dan kodrat.

"Tentang bagaimana mengakses pelayanan publik, bagaimana mengakses perlindungan jika menangani perempuan-perempuan yang menjadi korban kekerasan dan butuh pertolongan," katanya.

Para perempuan nelayan di Demak jadi lebih mengerti setelah mengikuti pendidikan tersebut.

Banyak perempuan yang kini berani bersuara dan bercerita tentang hal-hal yang mereka alami, seperti kekerasan dan lainnya.

"Sebelumnya kasus-kasus kekerasan yang terjadi di tempat kami itu dianggap aib, ditutup rapat dan tidak perlu dipublikasi. Seperti halnya istri yang mendapat KDRT atau anak yang mendapatkan kekerasan seksual," rujuknya.

Namun semakin ke sini banyak perempuan korban yang melapor atau meminta pendampingan dari Puspita Bahari.

"Kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak semakin ke sini itu semakin tinggi. Karena banyak perempuan yang sudah berani bicara, dari situ kami mendapat stigma sebagai gerakan yang melawan kodrat, yang dianggap mencampuri urusan laki-laki," tegas Masnu'ah.

Selama ini yang identik disebut nelayan ialah laki-laki. Sedangkan di Puspita Bahari juga memiliki banyak anggota perempuan yang menangkap ikan.

"Kami perjuangkan pada 2017-2019, hingga perempuan mendapatkan pengakuan dan perlindungan dari pemerintah. Gak gampang untuk mendapatkan pengakuan profesi perempuan tersebut sebagai nelayan yang sebelumnya IRT," terang Masnu'ah.

Berdaya di Bidang Ekonomi

Selain memberikan pendidikan dan advokasi, Puspita Bahari juga mengajak para perempuan nelayan untuk berdaya di bidang ekonomi.

Ada sejumlah upaya yang dilakukan di bidang perekonomian.

"Kami melakukan pemberdayaan ekonomi, dengan 4 sentra pengolahan yaitu ikan kering (gereh asin), terasi, aneka hasil laut (macam lauk pauk siap makan), dan sentra perikanan tangkap (perempuan yang melaut menangkap ikan)," kata Masnu'ah.

Produk-produk yang dihasilkan dari sentra pengolahan tersebut di antaranya kerupuk ikan, sriding crispy, udang crispy, steak ikan, abon terasi dan lain sebagainya.

Puspita Bahari lalu mendirikan Koperasi Serba Usaha (KSU) Puspita Bahari untuk menaungi usaha tersebut.

Keberadaan koperasi untuk memutus ketergantungan terhadap rentenir.

"Untuk mengakses modal itu juga nggak mudah. Kalau perbankan juga banyak rumah-rumah nelayan yang nggak memiliki sertifikat, dan memiliki kendaraan yang memiliki BPKB untuk jaminan, sehingga larinya ke rentenir," katanya.

Masnu'ah prihatin atas kondisi yang terjadi di pesisir Demak, terhadap kampung yang mengalami abrasi, tenggelam bahkan hilang.

"Semoga negara hadir, memfasilitasi akses kehidupan masyarakat pesisir dengan layak. Menghentikan izin-izin pembangunan yang merusak dan merugikan masyarakat pesisir, sehingga ada pertimbangan sosial ekonomi dan lainnya supaya kebijakan-kebijakan yang ada tidak memiskinkan perempuan atau bahkan menutup akses-akses yang dibutuhkannya," katanya.

Pembalut Kain: Perempuan Bantu Perempuan

Relawan Puspita Bahari, Untari (42) menyampaikan bahwa pihaknya juga membuat pembalut kain untuk dibagikan kepada masyarakat di pesisir Demak.

"Bermula dari pelatihan yang bekerjasama dengan Biyung Indonesia pada September kemarin, kemudian kami bikin sendiri," ujarnya.

Tujuannya ialah untuk memberdayakan para perempuan yang ada di daerah pesisir.

Produk yang telah jadi kemudian dijual dan keuntungannya untuk dibagikan secara gratis.

"Hingga saat ini terdapat sekitar 600 pembalut kain yang telah dibagikan kepada perempuan rentan pesisir di Demak, seperti mereka yang terdampak krisis iklim, rob, maupun korban kekerasan," jelas Untari.

Ia menambahkan bahwa untuk sementara waktu, program perempuan bantu perempuan tersebut baru dikhususkan untuk masyarakat Demak.

Apabila Demak sudah tercover baru kemudian bisa keluar kota/daerah.

"Kami sangat berharap sekali mudah-mudahan perempuan yang ada di Indonesia untuk mau membantu mengampanyekan pembalut kain yang bisa dipakai berulang-ulang ini, ini kan bisa dipakai selama 7 tahun, berbeda dengan pembalut pada umumnya yang sekali pakai lalu dibuang," katanya.

Selain untuk menjaga kesehatan reproduksi, orang juga dapat berkontribusi untuk menyehatkan bumi karena menjaga pencemaran dari limbah yang susah terurai.

"Pemberdayaan perempuannya itu yang kita tekankan. Ini memang dibikin oleh para perempuan di Demak, otomatis kan membantu perekonomian mereka juga," rujuknya.***

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar

Webinar Aku Wong Jawa

Diskusi Buku: Lukisan Kaligrafi

"Lukisan Kaligrafi: Mengukir Spiritual, Memahat Estetika". Bersama inisiator Teras Baca Boja, Zakia Maharani.

Daftar Sekarang!

📣 Ikuti Tantangan Bulanan "Cerita dari KKN"! 📣

Bagikan pengalaman KKN-mu yang paling berkesan dan menangkan hadiah menarik setiap bulannya! Ini kesempatanmu untuk berbagi cerita inspiratif dan mendapatkan apresiasi.