Pagelaran Wayang Kulit Jumat Kliwon Semarang Terancam Dihentikan, Dosen UNNES Angkat Bicara
![]() |
Ilustrasi pertunjukan wayang kulit. (wikimedia) |
Informasi ini beredar dari Maston, pendiri Teater Lingkar, dengan alasan adanya penghematan anggaran oleh Pemerintah Kota Semarang. Padahal, pagelaran ini telah berlangsung tanpa henti sejak tahun 1991 dan telah menjadi ikon budaya khas Kota Semarang.
Dosen Prodi Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang (UNNES), Dr. Dhoni Zustiyantoro menyayangkan keras keputusan ini. Menurutnya, penghentian sementara pergelaran ini, apa pun alasannya, adalah sebuah kemunduran.
"Kegiatan ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga merupakan sarana penting dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisi, khususnya wayang kulit, yang menjadi bagian dari identitas kultural masyarakat kota ini," tegas Dhoni, Minggu, 15 Juni 2025 dalam keterangan tertulisnya.
Pelestarian Budaya: Aset Penting yang Tak Kalah Genting
Sebagai warga Kota Semarang, Dhoni mendesak Pemerintah Kota Semarang, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk segera mencari solusi bijak agar pagelaran ini tidak terputus.
Ia mengakui pentingnya penghematan anggaran, namun pelestarian budaya dinilai tak kalah gentingnya. "Karena menyangkut warisan nilai dan jati diri bangsa," ujarnya.
Dhoni menekankan bahwa Pemkot harus memosisikan pergelaran wayang kulit ini sebagai salah satu aset kultural yang setara dengan pembangunan infrastruktur dan peningkatan pertumbuhan perekonomian.
Jika tidak, ia khawatir akan terjadi pemutusan ingatan kolektif masyarakat terhadap warisan budaya leluhur. Padahal, warisan ini menjadi fondasi nilai-nilai sosial dan spiritual di tengah derasnya arus modernisasi.
Wayang Kulit: Bukan Sekadar Tontonan, Melainkan Tuntunan
"Wayang kulit bukan sekadar tontonan. Ia adalah tuntunan, ruang dialektika antara tradisi dan aktualitas, antara nilai-nilai adiluhung dan tantangan zaman," jelas Dhoni.
Mengabaikan keberlanjutan pergelaran ini, menurutnya, sama artinya dengan melemahkan daya hidup kebudayaan lokal yang selama ini telah menjadi denyut nadi Kota Semarang.
Oleh karena itu, komitmen Pemkot untuk menghidupkan kembali pergelaran malam Jumat Kliwon bukan hanya soal anggaran, tetapi soal sikap.
"Apakah kebudayaan masih dianggap penting, ataukah dibiarkan perlahan menghilang di tengah prioritas-prioritas lain yang bersifat politis dan jangka pendek?" tanya Dhoni retoris.
Dhoni percaya, dengan komitmen dan kepedulian Pemerintah Kota Semarang, pergelaran wayang kulit Jumat Kliwon dapat terus hadir di tengah masyarakat. Hal ini penting untuk menjaga denyut kesenian tradisi yang sudah hidup selama lebih dari tiga dekade dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Semarang.***
Posting Komentar