Latih Ribuan Guru Kuasai Koding dan Kecerdasan Artifisial, Menteri Abdul Mu'ti Ingatkan Risiko Jika Etika Ditinggalkan
Mendikdasmen RI Prof Abdul Mu'ti saat bimtek Koding dan Kecerdasan Artifisial.(dok Kemendikdasmen RI) |
“Teknologi dalam penggunaannya harus tetap berlandaskan pada tata nilai dan peradaban,” ungkap Menteri Abdul Mu’ti di Jakarta sebagaimana siaran pers, Jumat 31 Mei 2025.
Menurutnya, kompetensi digital bukan sekadar tambahan, melainkan pembentuk logika dan cara berpikir kritis. “Bukan sekadar hafalan, tetapi logika dan berpikir kritis yang akan membentuk generasi bangsa yang adaptif dan inovatif,” tuturnya.
Target Latih Guru di 59.546 Sekolah
Program yang digawangi oleh Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Ditjen GTKPG) ini bukanlah program biasa. Para lulusan Bimtek ini dipersiapkan untuk menjadi fasilitator utama dalam pelatihan yang menyasar 59.546 sekolah penerima Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kinerja periode 2025.
Bimtek Batch 5 yang digelar serentak di Jakarta dan Makassar ini merupakan bagian dari upaya masif tersebut. Sejak April 2025, program ini telah menjangkau lebih dari 1.325 calon pengajar, dengan total target mencapai 2.707 peserta. Peserta dari wilayah barat Indonesia dikumpulkan di Jakarta, sementara wilayah timur dipusatkan di Makassar.
Teknologi dan Etika: Dua Sisi Mata Uang
Menteri Abdul Mu’ti menekankan bahwa integrasi teknologi ke dalam kurikulum harus berjalan seimbang. Menurutnya, penguasaan teknologi harus sejalan dengan penguatan etika. Kemampuan teknis seperti pemrograman dan algoritma harus dibarengi dengan pemahaman mendalam tentang literasi digital dan etika penggunaannya.
“Kompetensi teknologi harus diintegrasikan dalam konteks yang luas, bukan hanya terbatas pada ruang kelas, tetapi juga relevan dengan kehidupan nyata,” jelasnya.
Senada dengan itu, Direktur Jenderal GTKPG, Nunuk Suryani, menegaskan program ini tidak hanya mengejar kemampuan teknis. "[Program ini juga] membekali peserta dengan metodologi pengajaran yang interaktif dan pengembangan karakter guru yang adaptif," ujarnya.
Peran Krusial Fasilitator sebagai 'Pemancar'
Abdul Mu’ti juga menyoroti peran vital para fasilitator yang akan menyebarkan ilmu ini lebih luas. Ia mengibaratkan mereka sebagai pemancar yang menentukan kualitas sinyal pendidikan di daerah.
“Mereka ibarat pemancar yang harus memahami substansi materi, nilai-nilai etika, dan metode transfer pengetahuan. Pemahaman yang keliru akan berdampak serius terhadap pembelajaran,” tambahnya.
Oleh karena itu, Kemendikdasmen berkomitmen menerapkan evaluasi yang ketat untuk memastikan hanya lulusan yang benar-benar kompeten dan profesional yang akan diterjunkan ke puluhan ribu sekolah tersebut.
Sebagai penutup, Mendikdasmen mengajak seluruh peserta untuk menjadi agen transformasi. “Mari belajar dengan cerdas dan sabar, koding dan kecerdasan artifisial untuk bangsa yang lebih maju dan strategis,” pungkasnya.***
Posting Komentar