Gamelan Bukan Soal Mistis Saja! Ini Kata Dosen ISI Jogja Tentang Peluang Seni Musik Tradisional Jawa Sebagai Jembatan Budaya Lewat Cover Lagu Pop

Table of Contents

Satu set gamelan, apakah selalu dianggap mistis
Satu set gamelan, apakah selalu dianggap mistis? (Flickr.com/the justified sinner)

Oleh: Mukaromatun Nisa

SEMARANG, BABAD.ID | Stori Loka Jawa — Karawitan, seni musik tradisional Jawa yang lekat dengan alunan gamelan, selama ini dikenal sebagai warisan budaya yang sarat filosofi, ritme yang tenang, serta syair berbahasa Jawa yang mendalam. 


Namun, suara gamelan yang menjadi unsur utama karawitan sering dianggap mistis atau horror.

 

Tak sedikit orang, khususnya anak muda yang langsung membayangkan suasana angker saat mendengar suara gamelan. 


Apalagi jika gamelannya dimainkan pelan di malam hari. Bulu kuduk bisa langsung berdiri.

 

Menurut Anon Suneko, dosen karawitan di Insitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta saat live Instagram Aku Wong Jawa episode 17, ini soal konstruksi mindset. 


“Kalau sejak awal kita percaya gamelan itu mistis, maka kita akan benar-benar merasa seperti itu. Tapi kalau enggak percaya ya enggak akan merasakan apa-apa,” katanya.

 

Cerita-cerita mistis seperti gamelan yang bisa berbunyi sendiri tanpa ada yang memainkannya memang banyak beredar. 

Apakah Gamelan Sangat Lekat dengan Aura Mistis?

Anon sendiri yang sebenarnya kurang percaya, namun ia pernah mengalami peristiwa mistis saat mengajar di kelas perkuliahan. 


Gamelan yang berada di pojok ruangan tiba-tiba menimbulkan bunyi sendiri, yang mana itu disaksikan dan didengar oleh seluruh penghuni kelas. 


Dari kejadian seperti ini, berkembanglah mitos bahwa gamelan itu ‘angker’ dan tak boleh sembarangan. 


Ada juga pantangan seperti tidak boleh melangkahi instrumen gamelan, yang kalau dilanggar bisa celaka.

 

Padahal kalau ditilik dari sisi rasional, menurut Anon,  larangan itu bisa dimaknai secara logis. 


Gamelan adalah alat musik mahal, rumit, dan hasil karya para empu seni yang penuh pengorbanan. 


Melangkahi gamelan bisa dianggap tak sopan, dan juga bisa membahayakan karena instrumennya besar, berat, dan penuh bagian tajam seperti paku dan ornamen. 


Jadi, mistis atau tidak, tetap harus dijaga dan dihormati.

 

Meski begitu, di tengah derasnya arus musik modern dan tren TikTok-an, muncul pertanyaan menarik; apakah karawitan bisa nge-cover lagu-lagu populer seperti milik Denny Caknan?

 

Jika biasanya yang dimainkan adalah gending seperti Ladrang Wilujeng atau Gambir Sawit, kira-kira apakah cocok jika gamelan dipakai untuk membawakan lagu viral yang lagi hits? 


Jawabannya ternyata cukup beragam, tergantung dari sudut pandang mana kita memandangnya.

Dari Fanatik Tradisi hingga Pendekatan Kontemporer

Flyer live babad.id bersama Anon Suneko dalam program Aku Wong Jawa
Flyer live babad.id bersama Anon Suneko dalam program Aku Wong Jawa

Menurut Anon Suneko, ada setidaknya tiga pendekatan dalam menyikapi ini. 


Pertama, pendekatan konvensional atau fanatik tradisi, yang akan langsung bilang nggak bisa


Alasannya karena sistem nada gamelan—seperti pelog dan slendro—berbeda jauh dari sistem diatonis yang digunakan musik barat, termasuk pop Jawa seperti lagunya Denny Caknan.

 

“Kalau dipaksakan, nanti malah dibilang gamelannya fales, padahal pianonya yang dianggap ‘standar dunia’,” kata Anon tertawa kecil. 


Jadi, pendekatan ini menekankan bahwa gamelan dan musik modern memang beda dunia, dan tidak bisa disatukan begitu saja.

 

Sedangkan pendekatan kedua lebih moderatif. Dalam pandangan ini, meng-cover lagu modern dengan gamelan tetap bisa dilakukan, asal dicari titik temunya. 


Misalnya, mencari nada dasar lagu yang cocok dengan tangga nada gamelan, menyesuaikan ornamentasi, dan mengatur irama agar tetap harmonis. 


Bahkan dalam prosesnya, gamelan bisa mengisi melodi utama atau justru mengembangkan warna musikal yang berbeda.

 

Yang paling ekstrem adalah pendekatan kontemporer, yang justru membuka pintu selebar-lebarnya untuk eksplorasi. 


Dalam dunia seni kontemporer, batas-batas konvensi tidak lagi kaku. Gamelan bisa dipakai untuk membawakan genre apapun, dari jazz, rock, EDM, sampai metal—asal mempunyai konsep dan bisa dipertanggungjawabkan secara artistik.

 

“Intinya: semua sah-sah saja selama ada alasannya,” ucap Anon.

Kesimpulannya, apakah karawitan bisa meng-cover lagu pop? 

Jawabannya, sangat bisa asal disertai pemahaman dan pendekatan yang tepat. 


Justru di sinilah letak peluangnya menjadikan karawitan sebagai jembatan budaya antara generasi tua dan muda, antara tradisi dan tren digital.

 

Dengan kreativitas, karawitan bisa tampil di panggung-panggung kekinian, dari YouTube, Instagram, hingga TikTok. 


Karena pada akhirnya, gamelan bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga tentang bagaimana kita menciptakan masa depan.

Gending Favorit Sepanjang Masa: Ladrang Wilujeng & Gending Jangkung Kuning

Dalam dunia karawitan, ada beberapa gending yang sudah jadi “menu wajib” bagi para pengrawit. 


Salah satunya adalah Ladrang Wilujeng, yang dikenal luas karena sering dibawakan dalam berbagai acara, baik yang bersifat upacara adat maupun pertunjukan umum. 


“Saking seringnya, orang enggak perlu diajarin pun sudah hafal,” kata Anon.

 

Ada juga Gending Jangkung Kuning, favorit Anon. Gending ini menarik karena dinamis—temponya bisa naik turun dalam satu repertoar—dan memiliki sejarah unik. 


Konon, gending ini lahir dari masa akulturasi budaya asing di kerajaan-kerajaan Jawa. Di situlah daya tariknya; kompleks, berlapis, dan penuh filosofi.

 

Apapun gending favorit dulur-dulur babad, mari tetap bangga dan lestarikan warisan serta budaya Jawa baik apapun itu, tidak hanya menyoal karawitan dan gamelan.

Posting Komentar

📣 Ikuti Tantangan Bulanan "Cerita dari KKN"! 📣

Bagikan pengalaman KKN-mu yang paling berkesan dan menangkan hadiah menarik setiap bulannya! Ini kesempatanmu untuk berbagi cerita inspiratif dan mendapatkan apresiasi.