Gajah Purba di Ladang Banjarejo

Daftar Isi

Petani Banjarejo menemukan fosil gajah purba terkubur ratusan tahun di ladang. Warga dan arkeolog ramai-ramai menggalinya.

Rusdi menunjukkan fosil gajah purba yang pertama kali ia temukan saat menggali tanah, Kamis 31 Agustus 2017.
Rusdi menunjukkan fosil gajah purba yang pertama kali ia temukan saat menggali tanah, Kamis 31 Agustus 2017. (Abdul Arif)

BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Berladang sudah menjadi rutinitas bagi Rusdi, 70 tahun. Warga Dusun Kuwojo, Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah itu bermaksud menanam jagung di lahan miliknya pada 17 Mei 2017 lalu. Seperti biasa, ia hanya berjalan kaki sembari mengusung cangkul menuju sawah yang tak jauh dari rumah. 

Rusdi menginsafi  ladangnya tampak kering saat kemarau.  Ia pun mulai menggali untuk membuat sumur. Dengan harapan ada sumber air untuk kebutuhan tanaman. Sekuat tenaga tangan Rusdi mengayunkan cangkul mengoyak tanah. Hingga kedalaman satu meteran ia kaget. Mata cangkulnya mengenai sebongkah batu.

"Kulo lagi nyangkul. Kaget nemu watu balung lagi. Fosil opo ngene iki? (Saya sedang menyangkul. Kaget menemukan tulang. Apakah fosil seperti ini?)," kata Rusdi pada Selasa, 22 Agustus 2017. 

Rusdi pikir batu yang terkena cangkulannya adalah fosil tulang lutut. Dia lalu melapor ke Modin Kuwojo, Budi Setyo Utomo, yang tak lain adalah menantu sendiri. Rusdi masih ingat, sejak ada komunitas peduli fosil, warga Banjarejo diimbau untuk melapor jika ada temuan fosil. Laporan Rusdi pun diteruskan ke Kepala Desa Banjarejo, Achmad Taufik. 

Lokasi penemuan fosil gajah purba di Dusun Kuwojo, Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Grobogan.
Lokasi penemuan fosil gajah purba di Dusun Kuwojo, Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Grobogan. (Abdul Arif)

Siang hari itu juga Modin yang kebetulan mengetuai komunitas langsung menggerakkan anggotanya untuk melakukan penggalian di lokasi. Ternyata benar, setelah digali ada banyak potongan fosil yang terkubur di ladang milik Rusdi.

"Niki temuan paling ageng tinimbang sakderenge (ini penemuan paling besar dari sebelum-sebelumnya)," imbuh Rusdi.

Temuan ini mendapat tanggapan dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran. BPSMP lalu mengirimkan tim untuk membuat kotak ekskavasi fosil di lokasi temuan. Sebagai kompensasi atas penggalian fosil itu, Rusdi menerima uang Rp 5 juta. "Disukani ganti rugi ya leren (diberi ganti rugi ya berhenti dulu (berladang)," kata lelaki kelahiran 1947 itu.

Temuan fosil di Desa Banjarejo bukan kali ini saja. Warga seringkali menemukan fosil itu ketika berladang. Banjarejo merupakan sebuah desa di Kabupaten Grobogan. Letaknya di bagian timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Karangrejo. Sedangkan di sebelah utara Berbatasan dengan Kecamatan Ngaringan.

Kepala Desa Banjarejo Achmad Taufik menunjukkan tengkorak kerbau purba yang ditemukan pada 2015 lalu.
Kepala Desa Banjarejo Achmad Taufik menunjukkan tengkorak kerbau purba yang ditemukan pada 2015 lalu. (Abdul Arif)

Desa seluas 1.720 hektar ini terdiri dari tujuh dusun. Kepala Desa (Kades) Banjarejo, Achmad Taufik menyebutkan, lima dari tujuh dusun di desanya berpotensi mengandung fosil. "Dusun Nganggil, Ngrunut, Barak, Kwojo, dan Peting. Temuan terbaru ada di dusun Kwojo," katanya.

Taufik menjabat sebagai Kades sejak 2007. Menurut dia penemuan fosil di Banjarejo mulai marak sejak 2015 lalu. Hanya saja temuan itu kebanyakan lari ke pengepul. Namun mulai September 2016 pihaknya mencoba mengumpulkan fosil-fosil temuan itu.

Dia mengatakan, Sebelumnya warga tak tahu menahu soal fosil. Petani di desanya menganggap batu-batu yang ditemukan selama ini mengganggu aktivitas pertanian. Warga biasanya hanya mengumpulkannya di pematang. Kalau ada pengepul datang batu itu lalu dibeli. "Ada yang dikasih Rp 4 jutaan," kata dia.

Mengetahui adanya praktik jual beli fosil, Taufik selaku Kades tidak langsung keras melarang warganya. Dia bersama komunitas peduli fosil pelan-pelan mengajak warga untuk mengumpulkan fosil temuan itu. Setelah ada banyak kunjungan orang dari berbagai daerah, kini warga mulai tersadar fosil memiliki nilai yang tinggi. 

Perburuan fosil pun dilakukan di lahan-lahan yang potensial. Hasilnya dikumpulkan di rumah fosil yang beralamat di Jalan Banjarejo Batas Blora, Desa Banjarejo RT. 05 / RW. 06, Kecamatan Gabus, Banjarejo, Grobogan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Rumah ini sebenarnya rumah pribadi Taufik. Di rumah tersebut, warga menyimpan ribuan fragmen fosil dari berbagai spesies. Di antaranya ada koleksi tengkorak kerbau purba (Bubalus Paleokarabau) yang ditemukan di Sungai Lusi pada 7 September 2015. Kerbau purba ini memiliki ciri-ciri sepasang tanduk yang permanen dan berongga di tengah. Bentuknya memanjang ke samping dengan rentang 1,5 meteran. 

Fosil berupa gading stegodon miensis juga sudah menempati rumah fosil. Fosil sepanjang 3 meteran ini ditemukan komunitas peduli fosil pada 24 Maret 2016 lalu.  

Selain koleksi tersebut ada juga fosil kuda sungai (Hippopotamus sp), buaya muara (Crocodylas sp), banteng (Bibos Paleosandaicus), gajah (Elephant sp), rusa purba (Cervus sp), babi (Sus sp), antelop (Dubbisia santeng), badak (Rhinoceros sp) dan sejumlah biota laut. 

"Lebih kurang ada 21 spesies. Sekitar 1.000 an fragmen," sebut Taufik.

Temukan 300 Fragmen 

Tim BPSMP Sangiran dan BPCB Jawa Timur sedang membuat cetakan replika fosil,  Selasa 22 Agustus 2017.  (3)
Tim BPSMP Sangiran dan BPCB Jawa Timur sedang membuat cetakan replika fosil,  Selasa 22 Agustus 2017.  (Abdul Arif)

Penemuan fosil di Banjarejo terbaru merupakan temuan yang cukup besar. Ketua tim kajian fosil dari BPSMP, Wahyu Widiyanta mengungkapkan potongan fosil yang ditemukan di Desa Banjarejo cukup banyak. Setidaknya ada sekitar 300 fragmen yang berserakan di lokasi temuan. Sebagian besar berupa fosil gajah purba.  

Dalam satu kotak ekskavasi yang telah digali, dominasi fosil gajah mencapai 40-60 persen. Ada juga jenis binatang lainnya seperti kerbau, banteng dan buaya.

Meski demikian, tim belum bisa mengidentifikasi gajah purba jenis apa yang terkubur di tanah Banjarejo itu. Dugaan sementara adalah gajah jenis stegodon, yaitu gajah yang sempat hidup di tanah Jawa pada 1,2 juta tahun silam.

Menurut Wahyu, stegodon biasanya hidup di hutan tropis terbuka. Ada padang rumput dan macam-macam. Gajah purba ini hidup di Jawa sejak 1,2 juta tahun hingga 400-an ribu tahun yang lalu. Setelah itu punah. Itu nampak pada temuan situs yang lebih muda yang tidak menampakkan lagi karakter stegodon.

"Itu baru perkiraan. Karakternya akan jelas setelah bagian rahang ditemukan," katanya.

Tim dari BPSMP telah melakukan kajian potensi fosil Banjarejo selama 20 hari pada Juni lalu. Kajian itu untuk mengidentifikasi sekaligus mengetahui komponen-komponen anatomi yang belum ditemukan. Namun, hingga reportase ini ditulis, tim belum menemukan bagian rahang yang menjadi kunci untuk mengetahui spesies gajah.

Saat kajian fosil, sebagian besar fosil tertutup oleh sedimen gamping. Untuk menjustifikasi fosil itu bagian apa, lapisan gamping harus dibersihkan. Wahyu menyebut kegiatan itu sebagai langkah konservasi fosil. 

"Tujuan konservasi untuk menampakkan anatomi fosil itu agar lebih jelas," katanya.

Kegiatan konservasi, kata dia, berhubungan dengan kegiatan pencetakan replika fosil. Kegiatan itu juga sebagai penjelasan lanjut kepada  pengunjung kelak seandainya Banjarejo didesain sebagai objek wisata museum lapangan. "Harus ada informasi yang jelas. Makanya dikonservasi dulu," imbuhnya.

Menurut Wahyu, pencetakan replika fosil harus sesuai dengan kondisi dan bentuk aslinya. "Jika gading ya bentuknya gading dan jika kaki ya persis kaki. Warnaya juga sama dengan aslinya," katanya.

Setelah proses pencetakan selesai, dilakukan pengangkatan fosil. Pengangkatan ini bertujuan untuk menyelamatkan temuan. Temuan yang masih berada di dalam tanah, menurutnya rawan rusak. Terlebih lokasinya berupa tanah lempung. "Kalau dibiarkan justru akan merusak fosil itu sendiri," jelas Wahyu.

Staf seksi Perlindungan BPSMP Sangiran, Yudha Herprima menambahkan, pembuatan replika fosil sebagai langkah awal menuju Banjarejo sebagai museum lapangan. Pembuatan replika fosil menggandeng Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Pembuatan replika berlangsung selama 9-18 Agustus 2017. 

Yudha mengatakan untuk bisa membuat replika atau cetakan dari fosil, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama pengolesan vaselin pada seluruh permukaan fosil. Kedua pembuatan negatif cetakan (pelapisan dari bahan Rhodorsil silikon rubber RTV 585 yang sudah dicampur dengan Rhodorsil catalyst 60R dan talk). Ketiga pelapisan dari bahan resin (arindo) dan katalis resin (methyl ethyl keton peroxide). Dan keempat pembuatan positif cetakan dari resin, katalis resin, talk dan mat fibre.

“Hasil cetakan yang sudah ada bisa dipasang pada kotak ekskavasi yang ada. Sehingga bisa jadi daya tarik bagi para pengunjung,” kata Yudha ditemui beritagar.id di lokasi.

Pintu Gerbang Masa Lalu

Tanduk banteng purba salah satu temuan di Banjarejo.
Tanduk banteng purba salah satu temuan di Banjarejo. (Abdul Arif)

Penemuan fosil binatang purba di Desa Banjarejo bisa menjadi pintu masuk untuk menengok kondisi masa lalu. Wahyu Widiyanta menerjemahkan, dari temuan itu diperkirakan Banjarejo pada jutaan tahun silam merupakan habitat binatang purba. Binatang itu hidup dan mati lalu menjadi fosil di lokasi yang ditemukan saat ini.

Perkiraan itu, lanjutnya, didukung dengan fakta fosil binatang purba yang ditemukan di lapisan tanah lempung. Tanah lempung identik dengan rawa. Tak ada aktivitas aliran sungai. Sehingga kalau ada binatang mati akan terendapkan di situ.

Dia melanjutkan, meski ada fosil bergeser dari posisi asli, tapi kemungkinan besar tak jauh dari lokasi temuan. Karakter tanah lempung pada lahan yang relatif miring dengan kadar air terlalu jenuh memungkinkan longsor ke bawah.

"Yang terjadi di Banjarejo seperti itu. Longsornya dalam skala besar. Longsor itu sudah ada fosil di dalamnya. Sehingga fosil yang ada cenderung berserakan. Kalau tidak terganggu mungkin fosil itu akan saling tindih," katanya.

Selain itu, lapisan tanah di Banjarejo mengandung karbonat dari unsur laut. Wahyu berpandangan, efek laut masih berpengaruh di lingkungan Banjarejo saat itu. Dia memperkirakan Banjarejo pada jutaan tahun silam merupakan rawa di tepi pantai. "Atau justru laguna yang pada saat tertentu pasang surut air masih terpengaruh lingkungan laut," katanya.

Modin Kuwojo sedang merapikan koleksi fosil di rumah fosil.  (2)
Modin Kuwojo sedang merapikan koleksi fosil di rumah fosil.  (Abdul Arif)

Temuan di Banjarejo memiliki keterkaitan dengan temuan fosil di sejumlah tempat. Menurut Wahyu stegodon atau elephant ada di semua situs purbakala di Jawa. Seperti Sangiran, Patiayam Kudus, Mendo Tegal, Trinil dan situs di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Binatang purba tersebut bermigrasi dari Asia daratan menuju Indonesia dan ke Jawa.

Temuan fosil di Banjarejo menurutnya memiliki nilai penting. Dari posisi situs Banjarejo ada sejumlah situs lain. Di sisi sebelah utara agak ke barat ada Patiayam. Arah ke selatan ada Sangiran dan di sebelah timurnya ada situs aliran Bengawan Solo. "Banjarejo secara posisi menarik untuk mengetahui proses migrasi binatang dan manusia di Jawa," katanya.

Dari sisi lngkungan purba temuan Banjarejo juga bisa untuk menambah data baru terkait bentuk lingkungan di Jawa secara umum seperti apa. Wahyu menyebut, Patiayam lebih ke semacam pulau yang sempat terpisah dengan pulau Jawa.

Menurut Wahyu, temuan Banjarejo bisa menjadi perbandingan dengan situs lain. Bagaimana lingkungan di Banjarejo, Patiayam dan Bengawan Solo bisa diungkap. Dengan demikian akan menambah khasanah keilmuan. "Semakin lengkap untuk menjelaskan posisi manusia, budaya dan lingkungan di Jawa dulu," katanya.

Menurut Wahyu, hingga saat ini baru BPSMP Sangiran yang melakukan penelitian di Banjarejo. Dia berharap ada peneliti terkait manusia purba masuk Banjarejo. Dengan begitu informasi tentang masa silam Banjarejo akan lebih cepat terungkap. ***

Abdul Arif
Abdul Arif Meniti karir sebagai jurnalis sejak 2009 di SKM Amanat. Pernah berkontribusi untuk Tribun Jateng, beritagar.id, dan Ayosemarang.com. Saat ini aktif sebagai dosen Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UNNES.

Posting Komentar