Potensi Homeless Media Sebagai Benteng Pertahanan Bahasa Daerah

Daftar Isi

Penulis: Adinan Rizfauzi, Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang (Unnes). Sempat aktif di Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BP2M) Unnes. Kini tulisannya tersebar di beberapa media, seperti Konde, Mojok, dan Whiteboard Journal


BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Beberapa tahun terakhir, keberadaan akun-akun homeless media makin mudah ditemui.

Sebutan homeless media merujuk pada akun media sosial yang berperan menyebarkan berita atau informasi kepada khalayak tertentu.

Disebut “homeless” lantaran kendatipun homeless media menyebarkan “berita”, tapi akun-akun tersebut tidak memiliki legalitas, katakanlah terdaftar dan terverifikasi oleh dewan pers, dan tak memiliki website yang selama ini menjadi “rumah” bagi media masa kini.

Kemunculan homeless media didasari pada kebutuhan warga akan informasi yang bersifat lokal, yang tidak bisa dihadirkan secara cepat oleh media tradisional.

Nilai kedekatan secara geografis dan psikologis adalah hal utama yang dimiliki homeless media.

Sebab, biasanya homeless media mengunggah informasi yang terjadi di tingkat lokal, entah itu tragedi kecelakaan, kriminal, fakta kota, kuliner, maupun pariwisata.

Itu semua tentu berlainan dengan kecenderungan pemberitaan media tradisional yang Jakarta sentris.

Melihat situasi itu, jangan heran kalau akun-akun, seperti @soloinfo, @merapi_uncover, dan @aslisemarang bisa diikuti oleh lebih dari 500 ribu pengguna Instagram.

Akun-akun serupa, yang biasanya juga mengaitkan akun media sosial mereka dengan berbagai nama kota atau wilayah tertentu di Indonesia juga tak jauh berbeda. 

Satu hal yang menarik dari keberadaan homeless media adalah pemakaian bahasa daerah oleh para pengelola dan pengikutnya.

Walau tak semuanya, dan dengan intensitas yang berbeda-beda, penggunaan bahasa daerah oleh homeless media setidaknya dapat mengurangi kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah di Indonesia.

Kekhawatiran tersebut tercermin dalam, misalnya, pelaksanaan Kongres Internasional IV Bahasa-Bahasa Daerah Sulawesi yang diselenggarakan akhir tahun 2023 lalu.

Kongres dengan tema “Tapalagi Bahasa dan Sastra Sultra Mokora” itu menyingkap satu persoalan penting, yaitu ada sembilan bahasa asli di Sulawesi Tenggara  yang terancam punah.

Itu baru di Sulawesi Tenggara. Awal tahun kemarin, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga mengumumkan dari 718 bahasa daerah yang dimiliki Indonesia, terdapat 11 bahasa daerah yang sudah punah.

Di tingkat global pun situasinya tak jauh berbeda. Sebuah penelitian oleh Australian National University (ANU) memprediksi bakal ada 1.500 bahasa daerah yang akan lenyap pada akhir abad ke-21.

Melihat perkembangan yang ada, tentu prediksi tersebut bisa jadi bakal meleset, dan menjadi semakin parah apabila situasi yang ada tetap dibiarkan.

Sederet angka yang mengarah tentang jumlah kepunahan bahasa daerah juga tak tertutup kemungkinan hanya merupakan fenomena gunung es.

Baca Juga: Local Media Outlook 2025: LMC Tawarkan Program dan Strategi Bisnis bagi Media Lokal untuk Hadapi Trend Transisi Energi yang Berkelanjutan


Pemerintah Daerah Perlu Aktif Bergerak

Salah satu karakteristik homeless media adalah perilaku mereka yang fleksibel.

Dalam mengoperasikan akun homeless media, para pengelolanya juga tidak terikat pada kode etik layaknya media tradisional yang selama ini banyak kita temui.

Komunikasi mereka dengan para pengikut, atau dalam hal ini adalah audiens, juga lebih cair dan bersifat informal. Lagi pula, dalam memproduksi konten, homeless media juga mengandalkan informasi dari para pengikutnya.

Pelbagai hal itulah yang membuka peluang homeless media untuk bisa menjadi alat promosi bahasa daerah, selain karena memang jumlah pengikutnya yang bukan main.

Walau begitu, agak sulit memang jika kita hanya sekadar mengharapkan inisiatif homeless media untuk menggunakan bahasa daerah dengan intensitas yang tinggi dalam setiap tayangan konten mereka. 

Karena itu, setidaknya kita boleh berharap dengan keberadaan pemerintah daerah.

Dalam hal ini, pemerintah daerah bisa menjalin kerja sama dengan homeless media. Toh kerja sama antara pemerintah daerah dengan homeless media, dalam beberapa kasus, bukanlah suatu hal baru.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Remotivi berjudul “Memahami Homeless Media” yang terbit pada September 2024 lalu mengungkap bahwa beberapa akun homeless media pernah menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah.

Bahkan, ada juga homeless media yang menjadikan pemerintah daerah sebagai sponsor utama.

Yang bisa dilihat adalah biasanya akun-akun tersebut lebih banyak mengunggah konten yang informasinya menyangkut pemerintah daerah, bisa soal pemberlakuan kebijakan maupun acara yang diselenggarakan pemerintah daerah.

Melihat itu, agaknya kerja sama antara pemerintah dan homeless media, dalam konteks mempromosikan bahasa daerah, bukanlah satu hal yang mustahil.

Apalagi, saat ini geliat media tradisional yang meniatkan diri untuk mempromosikan bahasa daerah juga kurang terlihat keberadaanya. 

Di Bandung, ada media berbahasa Sunda bernama Mangle. Di Yogyakarta, ada Djaka Lodang, majalah mingguan berbahasa Jawa.

Namun, jika dilihat sekilas melalui akun media sosial mereka, kedua media itu masih jauh kalah populer dengan akun homeless media, sebut saja @explorebandung atau @infojogjaterkini.

Bagaimanapun, melestarikan bahasa daerah amat penting bagi keberadaan dan keberagaman budaya di Nusantara.

Menjadikan homeless media sebagai salah satu benteng pertahanan bahasa daerah adalah sebuah hal yang patut untuk dicoba.

Apalagi, saat ini, selain meredupnya eksistensi media massa berbahasa daerah, jumlah kaum muda yang menjadi penutur bahasa daerah juga semakin menyusut.

Laporan hasil Long Form Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 mencatat bahwa semakin muda umur penduduk, semakin menurun pula penggunaan bahasa daerahnya.

Jika situasi tersebut terus dibiarkan, risiko lenyapnya bahasa daerah tentu hanya menunggu waktu saja.


Babad.id menyediakan ruang User Generated Content (UGC) untuk siapapun yang ingin menyampaikan pandangan maupun gagasannya dalam bentuk artikel populer. Simak syarat dan ketentuannya pada babad.id/karir

babad.id | Stori Loka Jawa
babad.id | Stori Loka Jawa babad.id | Stori Loka Jawa merupakan media online berbasis multimedia dengan konten utama seputar seni, budaya dan sejarah Jawa. Babad.id juga membuka ruang opini kepada penulis lepas.

Posting Komentar

📣 Ikuti Tantangan Bulanan "Cerita dari KKN"! 📣

Bagikan pengalaman KKN-mu yang paling berkesan dan menangkan hadiah menarik setiap bulannya! Ini kesempatanmu untuk berbagi cerita inspiratif dan mendapatkan apresiasi.